PERUBAHAN DIRI DARI IBADAH
Keluaran 23:24-25
Shalom, kehidupan orang Kristen adalah kehidupan yang terus bertumbuh yang mengalami perubahan demi perubahan dalam setiap harinya untuk mengalami kehidupan yang lebih baik dari pada sebelumnya. Beribadah mempuyai kaitannya dengan kehidupan orang Kristen, oleh karena itu ibadah adalah kehidupan orang Kristen itu sendiri. Tuhan syaratkan bahwa kita hanya boleh beribadah, sujud dan menyembah Allah saja sepanjang umur hidup kita, dan bukan kepada patung/tugu berhala atau allah lain yang disembah oleh orang-orang disekitar kita, termasuk juga dilarang menyembah mamon atau ilah-ilah dunia ini yaitu kesenangan diri sendiri, kepuasan hawa nafsu jahat, mengandalkan harta benda dan kedudukkan kita dll. (Kel. 23:24-25). Jika ibadah adalah kehidupan orang Kristen dan harus beribadah dengan benar, maka akan membawa perubahan yang baik dalam diri orang tersebut. Lalu perubahan apa yang terjadi dalam kehidupan diri orang kristen yang benar-benar beribadah dalam Tuhan Yesus Kristus?
1. Megontrol Lidah
Yakobus 1:26, menyinggung penggunaan lidah. Ia sedang mengajarkan bahwa kesejatian ibadah dapat dilihat dari perkataan yang benar. Orang yang beribadah harus mampu mengekang lidahnya. Yakobus menjelaskan bahwa barangsiapa mampu mengontrol lidahnya berarti ia adalah orang yang sempurna dan mampu mengontrol seluruh hidupnya. Artinya, kalau kita berhasil menguasai sesuatu yang sangat sulit ditaklukkan (lidah), maka kita juga akan mampu menguasai hal-hal lain. Ada dua konsekuensi serius yang muncul apabila seseorang menganggap diri beribadah tetapi tidak menguasai perkataan mereka. Mereka menipu diri sendiri (ayat 26b). Konsekuensi lain adalah ibadahnya sia-sia (ayat 26c). Dengan kata lain, Yakobus ingin menegaskan bahwa ibadah tanpa penguasaan lidah tidak lebih baik daripada ibadah kepada para berhala yang bisu.
2. Kunjungan kepada orang-orang yang membutuhkan
Yakobus 1:27a, walaupun Yakobus secara jelas menggunakan dua kata ini dalam konteks etika (mengunjungi janda dan yatim-piatu), tetapi ia sengaja memberi tambahan “di hadapan Allah, Bapa kita” (ayat 27a). Melalui tambahan ini Yakobus mengajarkan bahwa apa yang kita lakukan di luar konteks ibadah (mengungjungi janda dan yatim-piatu) adalah sama pentingnya dengan apa yang kita lakukan dalam sebuah ritual ibadah (di hadapan Allah). Inti yang ditekankan bukan kunjungan biasa, tetapi pemberian perhatian dan pertolongan kepada janda dan yatim. Tanpa belas-kasihan terhadap mereka yang tidak berdaya, ibadah kita tidaklah murni dan bercacat di hadapan Allah. Sudahkah hati kita dipenuhi oleh belas-kasihan terhadap mereka yang berada dalam ketidakberdayaan dan persoalan yang berat?
3. Menghindari kecemaran dunia
Yakobus 1:2b, orang yang beribadah kepada Allah harus menjaga diri supaya tidak dicemarkan oleh dunia. Yakobus tampaknya lebih memandang “dunia” sebagai sebuah cara pikir yang menentang Allah. Semua pemunculan “dunia” dalam surat ini berkonotasi negatif dan lebih mengarah pada cara pandang terhadap sesuatu. Selain itu, di 4:4 Yakobus menegur mereka yang menjadi sahabat dunia, dalam arti mereka meletakkan hal-hal duniawi – materi dan pemuasan nafsu - sebagai prioritas hidup mereka (4:1-3). Jadi, kata “dunia” di 1:27b lebih mengarah pada cara berpikir yang duniawi. Dengan demikian, Yakobus sepakat dengan Paulus bahwa orang-orang Kristen perlu mengalami pembaruan akal-budi supaya tidak menjadi serupa dengan dunia ini (Rm. 12:2). Tuhan Yesus Memberkati, Amin!